1.1
Latar
Belakang
Udang
merupakan salah satu komoditas perikanan unggulan dalam program revitalisasi
perikanan. Pada awalnya jenis udang yang dibudidayakan di air payau adalah
udang windu, namun setelah mewabahnya penyakit WSSV yang mengakibatkan
menurunnya usaha udang windu, pemerintah kemudian mengintroduksi udang vannamei
untuk membangkitkan kembali usaha perudangan di Indonesia dan dalam rangka
diversifikasi komoditas perikanan
Udang
vannameii (Litopenaeus vannameii)
merupakan udang asli perairan Amerika Latin yang masuk ke dalam famili Penaidae. Udang ini dibudidayakan mulai
dari pantai barat Meksiko ke arah selatan hingga daerah Peru. Udang vannameii
merupakan komoditas air payau yang banyak diminati karena memiliki keunggulan
seperti tahan terhadap penyakit, mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif
cepat, dan sintasan pemeliharaan yang tinggi
Udang
vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Produksi benur udang vannameii
dirintis sejak awal tahun 2003 oleh sejumlah hatchery, terutama di Situbondo dan Banyuwangi (Jawa Timur).
Budidaya uji coba sudah dilakukan dan memperoleh hasil yang memuaskan. Setelah
melalui serangkaian penelitian dan kajian, akhirnya pemerintah secara resmi
melepas udang vannameii sebagai varietas unggul pada 12 Juli 2001 melalui SK
Menteri KP No.41/2001.
angka
ekspor udang Indonesia di Pasar Jepang merangkak naik dibandingkan bulan
sebelumnya. Tercatat angka ekspor udang Indonesia di Pasar Jepang pada Juli
2010 sebanyak 3.000 MT (Metrik Ton) atau meningkat 705 MT dibandingkan bulan
sebelumnya. Jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya, produksi
yang dibukukan Indonesia yakni di angka 2.934 MT hanya lebih kecil 66 MT dari
tahun 2010.
Permintaan udang yang semakin meningkat dapat dilihat dari
volume ekspor udang Indonesia pada tahun 2010 yang mencapai USD 1,57 miliar
atau 63,3 % dari total nilai ekspor hasil perikanan Indonesia sebesar USD 2,34
miliar
Sejak
tahun 2005, pemerintah mencanangkan budidaya udang sebagai salah satu komoditas
unggulan revitalisasi perikanan. Untuk mencapai target produksi udang sebesar
540.000 ton, diperlukan induk sedikitnya 900.000 ekor dan benur udang 52,31
milyar ekor. Produksi udang vannameii selama ini dikembangkan dengan teknologi
semi intensif dan intensif. Melalui manajemen budidaya yang lebih baik
ditargetkan produksinya dapat meningkat sebesar 17,38% per tahun, yaitu:
275 ribu ton pada tahun 2010 menjadi 500 ribu ton tahun 2014
Sampai
saat ini, benur yang diproduksi hatchery
belum dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Kendalanya adalah kurang stok induk
udang, makanan yang kurang cocok, serta teknik pemeliharaan larva dan
pengelolaan yang belum memadai, hal ini menyebabkan produksi rendah.
Masalah besar yang dihadapi dalam
melakukan usaha pemeliharaan larva udang vannameii adalah keterbatasan pengalaman
dan teknologi yang dapat menjamin benih yang dihasilkan akan berkualitas baik.
Salah satu upaya guna mendapatkan benur
berkualitas baik yaitu selalu mengupayakan agar media pemeliharaan selalu
optimal untuk pemeliharaan larva, misalnya dengan melakukan pengelolaan air
media larva, pengelolaan pakan dan pengendalian penyakit sebaik mungkin.
2.1 Biologi
Udang Vannamei
2.1.1 Klasifikasi
tata nama udang vannamei (Litopenaeus vannamei) menurut ilmu
taksonomi adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Kelas :
Crustacea
Subkelas
: Eumalacostraca
Superordo
: Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo
: Dendrobrachiata
Famili
: Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
2.1.2 Morfologi
tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua
cabang (biramous) yaitu exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktifitas
berganti kulit luar atau exoskeleton
secara periodik (moulting).
Kepala
(Chepalotorax) udang vannamei terdiri
dari antenula, antena, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang
vannamei juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped
dan lima pasang kaki jalan (periopoda).
Maxiliped sudah mengalami modifikasi
dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Bentuk periopoda beruas – ruas yang
berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki
1, 2, dan 3) dan tanpa capit kaki 4 dan 5.
Perut
(abdomen) terdiri dari enam ruas.
Pada bagian abdomen terdapat lima
pasang kaki renang dan sepasang uropoda
(mirip ekor) yang berbentuk kipas bersama-sama telson. Udang vannamei mempunyai
carapace yang transparan, sehingga
warna dari perkembangan ovarinya jelas terlihat.
2.1.4 Habitat
udang vannamei hidup di habitat laut
topis dimana suhu air biasanya lebih dari 20°C sepanjang tahun dan akan
menghabiskan siklus hidupnya di muara air payau. Udang vannamei dewasa dan
bertelur di laut terbuka, sedangkan pada stadia postlarva udang vannamei akan
bermigrasi ke pantai sampai pada stadia juvenil.
2.1.5 Tingkah
Laku
udang vannamei bersifat
nokturnal. Selain itu, udang vannamei juga tahan terhadap kisaran salinitas
tinggi dan salinitas rendah atau biasa disebut eurihalyn. Udang vannamei akan memangsa sesamanya (kanibalisme)
apabila dalam pemberian pakan tidak tepat pada waktunya. Udang vannamei mempunyai sifat pemakan lambat dan akan makan
secara terus menerus. Makanan yang akan dimakannya dicari dengan menggunakan
organ sensornya.
Udang vannamei merupakan hewan yang
memakan segala jenis makanan (omnivor). Dalam mengidentifikasi makanan, udang
vannamei menggunakan sinyal kimiawi dengan bantuan organ sensor atau bulu-bulu
di bagian kepala. Udang vannamei akan mengalami proses pergantian kulit (moulting) yang dipengaruhi oleh tingkat
jenis dan umur. Pada saat berumur muda, udang vannamei akan melakukan moulting setiap hari, dan apabila
umurnya semakin tua siklus akan terjadi semakin lama. Nafsu makan akan turun 1
– 2 hari sebelum moulting terjadi dan
aktifitas udang vannamei akan berhenti secara total. Proses moulting umumnya terjadi pada malam
hari.
Udang vannamei melakukan pembuahan
dengan cara memasukan sperma lebih awal ke dalam thelycum udang betina selama memijah sampai udang jantan melakukan
moulting. pada udang betina, gonad pada awal perkembangannya berwarna
keputih-putihan, berubah menjadi coklat keemasan atau hijau kecoklatan pada
saat hari pemijahan. Setelah perkawinan, induk betina akan mengeluarkan telur
yang disebut dengan pemijahan (spawning).
Perkawinan lebih bersifat open thelycum,
yaitu setelah gonad mengalami matang telur.
2.1.6 Siklus
Hidup
Perkembangan Siklus hidup udang
vannamei adalah dari pembuahan telur berkembang menjadi naupli, mysis, post
larva, juvenil, dan terakhir berkembang menjadi udang dewasa. Udang dewasa
memijah secara seksual di air laut dalam.
Masuk ke stadia larva, dari stadia naupli sampai pada stadia juvenil
berpindah ke perairan yang lebih dangkal dimana terdapat banyak vegetasi yang
dapat berfungsi sebagai tempat pemeliharaan. Setelah mencapai remaja, mereka
kembali ke laut lepas menjadi dewasa dan siklus hidup berlanjut kembali.
2.1.7 Perkembangan
Larva Udang Vannamei
naupli merupakan stadia paling awal pada stadia larva
udang vannamei. Kemudian berubah menjadi stadia zoea. Zoea merupakan stadia
kedua pada larva udang vannamei. Kemudian bermetamorfosa ke stadia mysis.
Stadia mysis merupakan stadia ketiga dari larva udang vannamei yang merupakan
stadia terakhir pada larva udang vannamei. Mysis mempunyai karakteristik
menyerupai udang dewasa, seperti bagian tubuh, mata, dan karakteristik ekornya.
Stadia mysis akan berakhir pada hari ke tiga atau hari keempat, dimana
selanjutnya akan bermetamorfosa menjadi post larva (PL). Pada PL 10 sudah
terlihat seperti udang dewasa.
perkembangan larva udang vannamei
setelah telur menetas adalah sebagai berikut :
a. Stadia Naupli.
Pada
stadia ini, naupli berukuran 0,32-0,58 mm. Sistem pencernaannya belum sempurna
dan masih memiliki cadangan makanan serupa kuning telur sehingga pada stadia
ini benih udang vannamei belum membutuhkan makanan dari luar. Dalam fase Naupli
ini larva mengalami enam kali pergantian bentuk dengan
tanda-tanda sebagai berikut ;
Nauplius I ;
Bentuk badan bulat telur dan mempunyai anggota badan tiga pasang
Nauplius II ; Pada ujung antena pertama terdapat seta (rambut), yang
satu panjang dan dua
lainnya pendek
Nauplius III ;
Furcal dua buah mulai jelas masing-masing dengan tiga duri(spine), tunas
maxilla dan maxilliped mulai tampak.
Nauplius IV ;
Pada masing-masing furcal terdapat empat buah duri, Exopoda pada antena kedua
beruas-ruas.
Nauplius V ;
Organ pada bagian depan sudah tampak jelas disertai dengan tumbuhnya benjolan
pada pangkal maxilla.
Nauplius VI ;
Perkembangan bulu-bulu semakin sempurna dari duri pada furcal tumbuh makin
panjang.
b. Stadia Zoea
Stadia Zoea terjadi setelah naupli
ditebar di bak pemeliharaan sekitar
15-24 jam. Larva sudah berukuran 1,05-3,30 mm. Pada stadia ini, benih
udang mengalami moulting sebanyak 3 kali, yaitu stadia zoea 1, zoea 3,
lama waktu proses pergantian kulit sebelum memasuki stadia berikutnya (mysis)
sekitar 4-5 hari.
Fase zoea terdiri dari
tingkatan-tingkatan yang mempunyai tanda-tanda yang berbeda sesuai dengan
perkembangan dari tingkatannya, seperti diuraikan berikut ini :
Zoea I : Bentuk badan pipih, carapace dan badan
mulai nampak, maxilla pertama dan kedua serta maxilliped pertama dan kedua
mulai berfungsi. Proses mulai sempurna dan alat pencernaan makanan nampak
jelas.
Zoea II : Mata bertangkai, pada carapace sudah
terlihat rostrum dan duri supra orbital yang bercabang
Zoea III : Sepasang uropoda yang bercabang dua (Biramus) mulai
berkembang duri pada ruas-ruas perut mulai tumbuh.
c. Stadia Mysis
Pada stadia ini, benih sudah
menyerupai bentuk udang yang dicirikan dengan sudah terlihat ekor kipas (uropoda)
dan ekor (telson). Benih pada stadia ini sudah mampu menyantap pakan
fitoplankton dan zooplankton. Ukuran larva sudah berkisar 3,50-4,80 mm.
Fase ini mengalami tiga perubahan
dengan tanda-tanda sebagai berikut :
Mysis I :
Bentuk badan sudah seperti udang dewasa, tetapi kaki renang (Pleopoda) masih belum nampak.
Mysis II :
Tunas kaki renang mulai nampak nyata, belum beruas-ruas.
Mysis III :
Kaki renang bertambah panjang dan beruas-ruas.
d. Stadia
Post Larva (PL)
Stadia
ini, benih udang vannamei sudah tampak seperti udang dewasa. Hitungan stadia
yang digunakan sudah berdasarkan hari. Misalnya, PL 1 berarti post larva
berumur 1 hari. Pada stadia ini udang mulai aktif bergerak lurus ke depan.
2.2 Persyaratan
Lokasi
Lokasi yang paling tepat untuk
membangun hatchery pembenihan udang
vannamei adalah jauh dari kota dan lahan pertanian, serta muara sungai. Hatchery harus jauh dari fasilitas
produksi. Hatchery memerlukan akses
ke prasarana standar industri untuk mengoprasikan fasilitas yang ada. Air tawar
dan air laut yang masuk dan kemungkinan mengandung bahan pencemar harus
dimonitor sesuai dengan cara budidaya ikan yang baik
tempat yang tepat untuk mendirikan hatchery adalah tempat yang berpasir
dan berbatu dimana tempat tersebut bersih, bebas dari cemaran, dan mempunyai
kualitas air yang bagus setiap tahunnya. Tempat yang sering terkena banjir dan
berlumpur kurang tepat untuk dijadikan hatchery karena pada waktu terjadi hujan
air akan menjadi sangat keruh. Selain itu, lokasi yang tepat untuk mendirikan hatchery adalah tidak berdekatan dengan
muara sungai karena dapat menurunkan
salinitas secara mendadak, dimana hal tersebut sering terjadi pada waktu hujan
lebat. Keuntungan dari lokasi hatchery
yang berpasir dan berbatu adalah kualitas air laut menjadi bagus dan secara
relatif mendekati garis pantai sehingga mengurangi kerugian pada instalasi
pemipaan dan kerugian pada pemompaan. Lokasi hatchery juga harus bebas dari kontaminasi limbah pertanian dan
limbah industri. Parameter kualitas air yang tepat untuk kegiatan pemeliharaan
larva dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Larva
Parameter
|
Ukuran
|
Temperature
|
28 – 32°C
|
DO
|
> 5 ppm
|
CO2
|
< 20 ppm
|
pH
|
7 – 8.3
|
Salinitas
|
25 – 35 ppt
|
ammonia (NH3)
|
< 0.03 ppm
|
Nitrit (NO2)
|
< 1 ppm
|
Nitrat (NO3)
|
< 60 ppm
|
Hidrogen Sulfida (H2S)
|
< 2 ppb
|
Listrik adalah salah satu yang
dibutuhkan untuk menjalankan peralatan dan semua yang mendukung sistem di hatchery. Walaupun beberapa pompa air
laut dan aerator dapat dijalankan secara langsung oleh generator, hatchery dapat dioprasikan tanpa adanya
suplai listrik. Bagaimanapun, lebih ekonomis apabila dijalankan di area dimana
sumber listrik dapak diakses.
Sebaiknya
hatchery bertempat di area dimana
banyak petani udang beroperasi, jadi larva yang diproduksi dapat dengan mudah
dikirimkan dan disalurkan ke tambak. Pemilihan tempat untuk pembangunan hatchery harus dapat diakses dari
fasilitas komunikasi dan transportasi.
2.3 Fasilitas
Pemeliharaan larva
fasilitas
yang digunakan untuk pemeliharaan larva
terbagi menjadi dua, yaitu fasilitas pokok dan fasilitas pendukung yang secara
prinsip diperlukan untuk usaha pemeliharaan larva udang vannameii adalah
sebagai berikut :
a. Fasilitas
Pokok
1.
Bak
Filter, yaitu bak penyaring air dengan komponen penyaring berupa koral, pasir,
arang, ijuk, dengan menggunakan waring sebagai pemisah komponen.
2.
Bak
tandon air tawar dan air laut, yaitu bak bak penampung air laut dan air tawar
yang terbuat dari beton dengan volume minimal 30% dari kapasitas total bak
pemeliharaan.
3.
Bak
pemeliharaan larva, yaitu bak tempat pemeliharaan larva yang terbuat dari semen
maupun fiber plastik dengan volume minimal 10 m3.
4.
Bak
kultur fitoplankton, yaitu tempat kultur fitoplankton sebagai penyedia pakan
untuk larva yang berbentuk persegi empat
dengan volume 20% - 40% dari bak larva.
5.
Penetasan
kista artemia, yaitu untuk menetaskan telur artemia sebagai makanan larva udang
yang berbahan fiber glass maupun plastik dengan volume 0,02 m3.
6.
Tenaga
listrik, dapat disuplai dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) di daerah terkait.
7.
Pompa air atau sarana penyedia air: pompa air laut
dengan kapasitas pompa yang dapat memompa air laut dengan volume minimal 30 %
per hari dari total volume air yang dibutuhkan dalam bak pemeliharaan benur,
dan pompa air tawar dengan kapasitas minimal 5 % dari total volume air bak atau
sarana penyedia air yang kemampuannya setara dengan kapasitas di atas.
8.
Aerasi blower/hi blow, selang aerasi, batu
aerasi.
b. Fasilitas Pendukung
1. Peralatan lapangan:
seser, saringan pembuangan air, kantong saringan air, gelas piala, sepatu
lapangan, senter, gayung, ember, timbangan, selang, saringan pakan, alat sipon,
peralatan panen.
2. Peralatan
laboratorium: pengukur kualitas air (termometer, refraktometer, pH meter atau
kertas pH) dan mikroskop.
3.
Generator.
Peralatan ini sangat dibutuhkan, meskipun unit pembenihan tersebut
mempergunakan sumber listrik PLN, khususnya jika terjadi gangguan listrik PLN.
2.4 Kegiatan
Pemeliharaan Larva
2.4.1 Persiapan
Bak dan Media Pemeliharaan Larva
Bak
yang akan digunakan untuk kegiatan pemeliharaan larva sebelumnya harus
dibersihkan dan diberi desinfektan. Bak
dibersihkan menggunakan air bersih dan detergen dengan cara menyikat seluruh
permukaan dinding bak. Hal tersebut bertujuan untuk membuang seluruh kotoran
yang ada dalam bak pemeliharaan. Kemudian diberi desinfektan berupa hypochlorite sebanyak 20 – 30 ppm, dan dibilas menggunakan
air bersih untuk menghilangkan sisa dari chlorine,
kemudian bak yang sudah dibersihkan dijemur. Bak yang berada di luar ruangan
dan bak yang berukuran kecil dapat disterilisasi dengan cara penjemuran
terhadap bak tersebut
bak yang akan digunakan untuk tempat
pemeliharaan larva dibersihkan menggunakan bleaching
powder, kemudian dibilas menggunakan air tawar dan dijemur selama 24
jam. Sebagian dari bak pemeliharaan
diisi air laut, selanjutnya dilakukan pemasangan aerasi pada beberapa titik bak
pemeliharaan. sebelum bak pemeliharaan larva digunakan untuk siklus
selanjutnya, bak harus dicuci menggunakan larutan Hydrocloric Acid (HCl) kemudian dibilas menggunakan air tawar atau
air laut.
Air yang masuk ke unit pembenihan
harus dibersihkan dan diberi desinfektan berupa chlorin dan dilakukan proses filtrasi sebelum didistribusikan ke
area pembenihan seperti hatchery,
kultur plankton, artemia, dan lain-lain. air yang digunakan untuk kegiatan
pembenihan di hatchery harus difilter
dan ditreatmen untuk mencegah masuknya organisme yang membawa penyakit dan
patogen yang terbawa oleh air. Air yang akan digunakan, biasanya diberi
desinfektan berupa chlorin. Kemudian
air disaring menggunakan filter bag dan
terakhir didesinfektan kembali menggunakan sinar ultraviolet (UV) atau ozon. air
laut dalam bak pemeliharaaan larva ditreatmen menggunakan EDTA sebanyak 10 ppm
dan trefflan sebanyak 0,1 ppm.
2.4.2 Penebaran
naupli
Naupli
ditebar setelah persiapan bak dan media pemelihraan larva selesai dilakukan.
Padat penebaran naupli maksimal adalah 100 ekor per liter dengan ukuran naupli
yaitu 0,5 mm. naupli yang akan ditebar pada bak pemeliharaan harus mempunyai
kualitas yang baik, berikut adalah ciri naupli yang mempunyai kualitas baik :
Ø
Warna
coklat orange
Ø
Gerakan
berenang aktif, periode bergerak lebih lama dibandingkan dari periode diam
Ø
Kondisi
organ tubuh lengkap, ukuran dan bentuk normal serta bebas patogen
Ø
Respon
terhadap rangsangan bersifat fototaktis positif
kepadatan larva yang ditebar dalam bak
pemeliharaan larva paling sedikit adalah 75 ekor naupli per liter. naupli yang
ditebar dalam bak pemeliharan larva mempunyai kepadatan 100 sampai dengan 150
ekor naupli per liter atau atau 100.000 sampai dengan 150.000 ekor naupli per
ton.
penebaran naupli dilakukan pada pagi
hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan suhu yang terlalu tinggi dengan
cara aklimatisasi.
sebelum
naupli ditebar pada bak pemeliharaan larva, harus dilakukan aklimatisasi.
Aklimatisasi yang dilakukan berupa penyesuaian suhu dan salinitas air terhadap
naupli. Proses aklimatisasi ini dilakukan hingga menunjukan naupli sudah dapat
beradaptasi dengan media air dalam bak pemeliharaan larva.
2.4.3 Pengelolaan
Pakan
a.
Pakan Alami
pakan alami yang diberikan kepada larva
udang vannamei adalah fitoplankton dan zooplankton. Beberapa jenis fitoplankton
yang digunakan untuk makanan larva udang adalah Skeletonema costatum, Tetraselmis chuii, Chaetoceros calcitrans. Sedangkan nauplius
artemia merupakan zooplankton yang banyak diberikan pada
larva udang. Hal ini dikarenakan nauplius artemia
banyak mengandung nilai nutrisi yang dibutuhkan oleh larva udang.
Pemberian pakan alami berupa Chaetoceros diberikan mulai dari stadia
zoea 1 sedangkan pada stadia naupli belum diberikan pakan, karena pada stadia
ini larva udang putih vannamei masih memanfaatkan kuning telur sebagai
pensuplai makanan. pada stadia
naupli belum memerlukan makanan karena masih mempunyai cadangan makanan berupa egg yolk selama 36 – 72 jam. Stadia zoea
larva udang vannameii diberi makanan skeletonema
sp., chaetoceros sp., dan Thalassiosira.
pemberian
algae berupa Chaetoserros dan Thallasiosiosirra pada stadia naupli
diberikan sebanyak 60.000 sel/ml, stadia zoea 1 sebanyak 80.000 sel/ml, pada
stadia zoea 2 diberikan sebanyak 80.000 – 100.000
sel/ml, stadia zoea 3 – mysis 1 diberikan sebanyak 100.000 sel/ml, dan pada
stadia mysis 2 - 3 diberikan sebanyak 80.000 sel/ml.
Dalam melakukan kultur
artemia sebelumnya menentukan banyaknya artemia yang dibutuhkan sebagai pakan
larva, setelah itu dilakukan kultur cyste
artemia dengan menebarkan cyste
artemia dan memberikan aerasi yang kuat dalam tank kultur untuk mempercepat
penetasan. Setelah cyste menetas
dilakukan pemisahan antara cangkang artemia dengan naupli artemia, kemudian
dilakukan pemanenan artemia
pemberian
pakan artemia dilakukan enam kali dalam satu hari yaitu pada pukul 00.00,
04.00, 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00. Greece dan Fox (2000), menyatakan bahwa
naupli artemia yang baru menetas diberi aerasi baru diberikan untuk larva. . Hal ini dilakukan agar
naupli dalam penampungan sementara tetap dalam kondisi hidup. Selanjutnya
naupli artemia diberikan menggunakan beacker
glass dengan cara ditebarkan secara merata.
b.
Pakan Buatan
kriteria pakan buatan yang berkualitas baik adalah sebagai
berikut:
a.
Kandungan
gizi pakan terutama protein harus sesuai dengan kebutuhan ikan
b.
Diameter
pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut ikan
c.
Pakan
mudah dicerna
d.
Kandungan
nutrisi pakan mudah diserap tubuh
e.
Memilki
rasa yang disukai ikan
f.
Kandungan
abunya rendah
g.
Tingkat
efektivitasnya tinggi
pakan buatan yang biasa diberikan untuk larva udang
vannamei adalah pakan dalam bentuk bubuk, cair dan flake (lempeng tipis)
dengan ukuran partikel sesuai dengan stadianya. Kadungan nutrisi pada pakan buatan larva udang vannamei
terdiri dari protein minimum 40 % dan lemak maksimum 10 %. kandungan nutrisi pada pakan buatan larva udang
vannamei terdiri dari protein 28 – 30 %, lemak 6 – 8 %, serat (maksimal) 4 %,
kelembaban (maksimal) 11 %, kalsium (Ca) 1,5 – 2 %, dan fosfor (phosphorus) 1 – 1,5 %.
Pakan buatan yang akan
diberikan sebelumnya disaring menggunakan saringan berukuran 10 – 80 mikron.
Pakan diberikan sampai pada stadia zoea 3. Pada stadia mysis Pakan buatan
diberikan dengan cara disaring menggunakan saringan berukuran 50 – 150 mikron,
Pakan buatan yang diberikan pada stadia PL 1 – PL 8 sebelumnya disaring
menggunakan saringan berukuran 200 – 300 mikron, sedangkan pada stadia PL 9
sampai dengan panen sebelumnya disaring menggunakan saringan dengan ukuran 300 – 500 mikron. Ukuran partikel pakan buatan
pada tiap stadia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Ukuran Partikel Pakan
Buatan Sesuai Stadia
No.
|
Stadia
|
Satuan
|
Ukuran
|
1.
|
Zoea
|
μm
|
50 – 100
|
2.
|
Mysis
|
μm
|
100 – 200
|
3.
|
Postlarva
|
μm
|
200 – 300
|
Frekuensi pemberian pakan
dilakukan enam kali dalam satu hari, dilakukan empat jam sekali dengan
pemberian dilakukan secara berselang-seling antara pakan alami dan pakan
buatan. Pada pemberian pakan buatan, sebelumnya dilakukan penyaringan, hal
tersebut dimaksudkan agar pakan buatan yang tersaring sesuai dengan bukaan
mulut dari larva udang pada tiap stadia
2.4.4 Pengelolaan
Kualitas Air
untuk menjaga kualitas air pada media
pemeliharaan larva, harus dilakukan pengelolaan air yang baik. Pengelolaan air
dapat dilakukan dengan penyiponan dan pergantian air. Penyiponan pada dasar bak dilakukan pada saat
larva masuk stadia zoea 2 – 3 selama pemeliharaan larva. Sisa pakan yang tidak
termakan dan hasil metabolisme yang berupa feses dibuang dari dasar bak pada
waktu – waktu tertentu (penggunan probiotik akan mengurangi penyiponan). Jika dalam dasar bak pemeliharaan sudah
terlihat kelebihan endapan, buang endapan ke dalam seser kemudian pindahkan muatan yang tersaring ke dalam ember. Apabila
pada saat proses penyiponan terdapat larva yang terbawa dari bak pemeliharaan,
larva dapat dimasukkan kembali ke dalam bak pemeliharaan.
Pergantian air selama pemeliharaan
larva perlu dilakukan tergantung dari kepadatan larva, stadia larva, dan
kondisi kualitas air pada bak pemeliharaan larva. Pergantian air dilakukan
untuk mempertahankan kondisi parameter kualitas air dalam bak pemeliharaan agar
tetap stabil. Air yang digunakan pada proses pergantian air, harus mempunyai
kualitas yang lebih baik dari air pemeliharaan yang ada dalam bak. Air yang
akan digunakan harus sama dengan temperatur, salinitas, dan derajat keasaman
(pH) untuk menghindari stress pada larva akibat dari perubahan parameter secara
mendadak.
Pada umumnya bak pemeliharaan larva
hanya diisi 50% dari kapasitas maksimal. Kemudian selama stadia zoea, dilakukan
penambahan secara berangsur-angsur sekitar 10% per hari dari kapasitas maksimal
air yang baru (termasuk jumlah plankton yang digunakan) sampai bak terisi penuh
dan dilakukan hingga mencapai stadia mysis. Pada stadia zoea tidak dilakukan
pergantian air. Pada
waktu masuk stadia mysis dilakukan pergantian air sebanyak 10 – 30 % per hari.
Pada stadia awal larva, dilakukan pergantian air tetapi volume pergantian air
lebih besar daripada stadia sebelumnya, pada PL 1 – 4 dilakukan pergantian sebanyak
30 – 40% dan pada PL 5 – 8 dilakukan pergantian air sebanyak 40 – 50 %. Setelah
stadia PL yang lebih besar perlu dilakukan pergantian air sebesar 50 – 80 % per
hari pada PL 9 – 12 dan 60 – 90
% per hari pada PL 13 – 16.
yang berhubungan dengan parameter
kualitas air seperti suhu, salinitas, pH, dan DO dilakukan pengecekan atau
pengukuran dua kali dalam satu hari yaitu pada pagi dan sore hari. Hal tersebut
dilakukan karena pada waktu-waktu tersebut terjadi fluktuasi parameter yang
signifikan.
2.4.5. Monitoring
Pertumbuhan
Pengamatan
pertumbuhan larva udang dilakukan bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan larva.
Apabila pertumbuhan larva lambat dapat dipacu dengan pemberian pakan yang
berkualitas. apabila pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlahnya
mencukupi, dan kondisi lingkungan mendukung, maka dapat dipastikan laju
pertumbuhan udang akan lebih cepat sesuai yang diharapkan. Sedangkan untuk
mengamati kesehatan larva perlu dilakukan dengan pengamatan makroskopis dan
mikroskopis antara lain yaitu :
- Pengamatan Makroskopis
Pengamatan
makroskopis dilakukan secara visual dengan mengambil sampel langsung dari bak
pemeliharaan sebanyak 1 liter becker
glass kemudian diarahkan ke cahaya untuk melihat kondisi tubuh larva,
pigmentasi, usus, sisa pakan kotoran atau feces dan butiran-butiran yang dapat
membahayakan larva.
- Pengamatan Mikroskopis
Dilakukan dengan cara
mengambil beberapa ekor larva dan diletakkan di atas gelas objek, kemudian
diamati dibawah mikroskop. Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati morfologi
tubuh larva, keberadaan parasit, pathogen yang menyebabkan larva terserang
penyakit.
2.4.6 Pengendalian
Penyakit
Pada usaha pemeliharan larva udang
vannamei (Litopenaeus vannamei),
keberadaan penyakit merupakan salah satu permasalahan yang memerlukan
penanganan secara khusus. Timbulnya penyakit dapat bersumber dari berbagai
aspek, seperti : air sebagai media pemeliharan, peralatan pemeliharaan,
pengaruh kontaminasi pakan, lingkungan, maupun sanitasi dari masing-masing
pelaksana produksi yang secara langsung berhubungan dengan aktifitas
pemeliharaan larva
menyatakan Vorticella merupakan salah satu jenis protozoa yang menyerang larva
dengan cara menempel pada permukaan tubuh larva atau insang pada semua stadia
dalam kegiatan pemeliharaan larva udang vannamei. Ketika
permukaan tubuh, alat gerak, atau insang banyak terdapat vorticella, akan menyulitkan larva dalam melakukan pergerakan,
mensuplai makanan, moulting, dan respirasi.
Penyakit yang paling serius
mempengaruhi stadia larva udang vannameii
disebabkan oleh jamur, vibrio, dan bakteria. Perlakuan terhadap larva
sangat sulit dan cukup mahal. Pengobatan harus segera dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyebaran penyakit. Agar penyebaran penyakit tidak terjadi, bak
pemijahan tidak berada pada satu tempat dengan bak pemeliharaan larva, orang
yang memijahkan harus diberi desinfektan, dan penyaring air laut jumlahnya
harus memadai. Pada umumnya penyakit bakterial dapat dihilangkan menggunakan erythromycin sebanyak 2 – 4 ppm,
penyakit akibat jamur dapat dihilangkan menggunakan malachite green sebanyak 0,0075 ppm dan infeksi akibat protozoa
dapat dihilangkan menggunakan formalin sebanyak 10 ppm apabila
tingkat kematian larva terlihat lebih banyak, larva harus diamati dengan cara
mengambil beberapa ekor larva untuk dijadikan sampel agar dapat diketahui
penyebabnya. Apabila teridentifikasi terdapat penyakit yang menyerang harus
dilakukan treatmen. Treatmen dilakukan dengan cara pemberian trefflan, antibiotik, dan EDTA.
2.5 Panen
dan Pasca Panen
Pada PL 21
– PL 25 merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pemanenan dari bak
pemeliharaan karena pada ukuran tersebut dapat dengan mudah dipelihara pada
tambak dan dapat dengan mudah untuk dikirim. Larva yang ada pada bak
pemeliharaan dipanen dengan cara mengurangi 1/3 air pada bak kemudian
dikumpulkan pada bag net yang
ditempatkan pada ujung pipa pembuangan. Metode ini cukup efisien untuk
mmengumpulkan semua larva. Pernyataan tersebut tidak sependapat dengan Wyban
dan Sweeney (1991), yang menyatakan normalnya pemanenan benur udang dilakukan
pada saat mencapai stadia PL8 sampai dengan PL10.
benur yang
dipanen harus mempunyai kualitas yang baik. Ciri dari benur yang siap untuk
dipanen dan mempunyai kualitas yang baik adalah sebagai berikut :
a) Mempunyai tubuh yang transparan dan usus tidak terputus.
b) Gerakan berenang aktif dan melawan arus dan kepala
enderung mengarah ke arah dasar.
c) Kondisi tubuh setelah mencapai PL 10 organ tubuh sudah
sempurna dan ekor mengembang, bebas virus.
d) Respon terhadap rangsangan sangat responsif, benur akan
melentik dengan adanya kejutan.
Postlarva
dapat ditampung dalam bak plastik, bak fiberglass, atau kanvas yang berukuran
500 – 1000 liter dan diberi aerasi. Suhu
air dalam kantong plastik diturunkan menggunakan es batu. Postlarva dengan
kepadatan 200 – 500 per liter dapat diangkut sampai 10 jam tanpa menimbulkan
tingkat mortalitas yang tinggi. selain
itu, postlarva juga dapat diangkut menggunakan kantong plastik tipe polyethylene yang diberi oksigen.
Plastik berukuran 60 x 40 cm diisi 6 –
8 liter air tawar dan air laut kemudian masukkan 3000 – 5000 postlarva.
Kepadatan jumlah larva dapat dikurangi jika dilakukan pengiriman dalam waktu
lama atau jarak jauh. Setelah kantong plastik terikat kencang, tempatkan dalam styrofoam atau ember plastik. Suhu
diturunkan sekitar 22 – 25°C menggunakan es dan serbuk kayu pada dasar, sisi,
dan atas styrofoam. Postlarva akan
bertahan lebih dari 12 jam selama pengiriman. kepadatan
benur dalam plastik packing pada
stadia PL15 berkisar antara 500 – 1200 per liter tergantung dari ukuran benur
dan lamanya waktu pengiriman. Dalam plastik tersebut diberi karbon aktif
sebagai pengikat amoniak selama proses pendistribusian. Selain itu dilakukan
pemberian HCl Buffer sebagai
penstabil pH dan naupli artemia sebanyak 15 – 20 ekor naupli per benur untuk
mencegah terjadinya kanibalisme selama proses pendistribusian.
DAFTAR
PUSTAKA
Briggs, M,
Simon Funge-Smith, Rohana Subasinghe, dan Michael Phillips. 2004. Introductions and Movement of Penaeus
vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and The Pacific. FAO. Bangkok
Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Sulteng. 2009. Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Teknologi Ekstensif Plus. DKP
Provinsi Sulteng. Sulawesi Tengah
Edhy, W.A, Januar, P dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Central Pertiwi Bahari. PT Central
Pertiwi Bahari. Tulangbawang.
Elovaara, A.K. 2001. Shrimp Farming
Manual : Practical Technology for Intensive Shrimp Production. United
States of America (USA)
Gurisna. 2008. Budidaya Ikan Jilid
2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Haliman,
R.W. dan Adijaya, S.D. 2005. Udang
Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.
Harefa, Fa’ahakhododo. 2003. Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Heryadi, D dan Sutadi, 1993. Back Yard Usaha Pembenihan Skala Rumah
Tangga. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kordi,
K.M.G.H. 2010. Pakan Udang. Akademia. Jakarta.
Kungvankij,
P., L.B. Tiro, B.J. Pudarera, Jr., I.O. Potestas, K.G. Corre, E. Borlongan,
G.A. Talean, L.F. Bustilo, E.T. Tech, A. Unggui, T.E. Chua. 1985. Training Manual : Shrimp Hathery Design,
Operation, and Management. FAO. Bangkok
SNI
01-7252-2006. 2006. Benih Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) Kelas Benih Sebar.
Soekartawi, S, A, J, Dellon dan B. Hardaker. 1986. Ilmu Usaha Tani dan
Peneletian Untuk Pengembangan Petani
Kecil. UI Press. Jakarta
Soleh, M.
2006. Biologi Udang Vannamei Litopenaeus
vannamei. BBPBAP Jepara. Jepara
Subaidah, S.
dkk. 2006. Pembenihan Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei). Balai
Budidaya Air Payau Situbondo. Situbondo
Subaidah,
Siti dan Pramudjo, Susetyo. 2008. Pembenihan
Udang Vaname. Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Treece, G.D, dan Fox, J.M. 2000. Design, Operation, and Training Manual for
an Intensive Culture Shrimp Hatchery. Texas University. Texas
Wardiningsih.
1999. Teknik Pembenihan Udang. Universitas
Terbuka. Jakarta
Wyban, J.A. dan Sweeney, J.A. 1991. Intensive Shrimp Production Technology.
The Oceanic Institute. USA
awesome,
BalasHapusthank you so much for sharing such an wesome
blog..
really i like your site.
i enjoyed...
plexiglass pulpit
informasi cara kirim hewwan ke luar daerah dan cara pembuatan karantinannya
BalasHapushttp://sijagoan-kirimbarang.blogspot.co.id/
semoga membantu usaha anda
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
BalasHapushanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
BalasHapusPromo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^
Bismillah,Mohon ijin admin , numpang iklan promosi yaa...
BalasHapusKami menjual produk kapur diantaranya adalah :
- Kapur Pertanian / Kaptan
- Kapur Dolomite
- Kapur Cao / Kalsium Oksida.
- Kapur CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
- Kapur Tepung CaCo3 /Kalsium Karbonat /
- Zeolite
Untuk informasi lebih lanjut Silahkan hubungi :
Bpk Asep
081281774186
085793333234
Silahkan simpan nomor dan hubungi jika sewaktu waktu membutuhkan.